Jakarta – Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) meminta Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta untuk membuka identitas 25 penyelenggara P2P lending atau pinjaman online terdaftar yang disebut melanggar.
Hal itu disampaikan oleh Wakil Ketua AFPI Sunu Widyatmoko. Menurutnya, dengan membuka identitas ini, asosiasi dapat mendisiplinkan anggotanya yang memang terbukti melakukan pelanggaran. “Kami sudah meeting dengan anggota kami dan kami sudah kirim surat ke LBH Jakarta untuk mendapat penjelasan agar tidak perlu pakai inisial lagi. Sehingga ketahuan kasusnya apa saja, debiturnya siapa, dan permasalahannya apa,” katanya, Selasa, 11 Desember 2018.
Asosiasi perlu mengetahui apakah ini kasus baru atau kasus lama. Jika kasus tersebut adalah kasus lama, maka akan segera dicarikan penyelesaiannya. Sementara itu, asosiasi tidak akan memberikan toleransi jika pelanggaran yang dilakukan pinjaman online adalah kasus baru.
“Kalau memang intensinya untuk kebaikan masyarakat dan kemajuan industri, menurut saya buka saja identitas platform yang terdaftar itu. Jadi tinggal nanti mau diselesaikan lewat luar pengadilan atau melalui jalur hukum,” ujarnya.
Sebelumnya, LBH Jakarta melaporkan terdapat 1.330 aduan masyarakat terkait pelanggaran kode etik pinjaman online. Dari 89 fintech yang dilaporkan, terdapat 25 platform yang sudah berstatus terdaftar di OJK.
Adapun 25 platform tersebut di ketahui berinisial DR, RP, PY, TK, KP, DC, DI, RC, PG, UM, EC, CW, KV, DB, CC, UT, PD, PG, DK, FM, ID, MC, RO, PD, dan KC.
(Sumber : Tempo)